NASKAH LOMBA MENULIS INSPIRATIF
YANG DIADAKAN UPPAM (UNIT PELAKSANA PROGRAM AKREDITASI MADRASAH)
BULAN SEPTEMBER TAHUN 2013
(Meski kisah ini belum menjadi yang terbaik,
(Meski kisah ini belum menjadi yang terbaik,
mudah-mudahan dapat menjadi
inspiratif bagi kita semua)
LASKAR HIJAU DARI KROYA UNTUK MEMBANGUN BANGSA
LASKAR HIJAU DARI KROYA UNTUK MEMBANGUN BANGSA
(MADRASAHKU,
KARTU GAPLE PENTHOL LIMA !!)
Oleh Anang Ashari
Pagi itu masih terlukis jelas di ingatanku, meskipun sudah puluhan tahun berlalu. Hari itu sangat indah dan terasa
sangat cerah, sejuknya udara pagi membuat suasana bertambah semangat dalam meniti jalanan di tengah kota kecil
untuk memulai aktivitas yang baru, teringat pada hari itu aku akan dipanggil “pak guru” untuk
pertama kalinya.
Aku diterima di salah satu jenjang sekolah tingkat dasar bermuatan pendidikan Islam yaitu Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Kroya yang bernaung di bawah Yayasan Ma’arif Kabupaten Cilacap, dan letak madrasahku ini tergolong sangat strategis karena terletak di tengah jantung kota yaitu di komplek Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Kroya yang usianya cukup matang karena dibangun pada tahun 1952, sehingga pada waktu itu sempat berfikir dan membayangkan bahwa madrasah tersebut adalah madrasah besar dan maju, memiliki fasilitas memadai, dan jumlah siswa yang berlimpah. Sebagaimana masa-masa tahun sebelumnya, dimana aku pernah menjadi pembantu pembina pramuka di salah satu sekolah dasar favorit yang memiliki siswa sangat banyak sehingga suasana terlihat menyenangkan, sekolah tersebut letaknya tidak jauh dari madrasahku ini.
Tepat pukul 07.00 WIB bertepatan
dengan bunyi bel madrasah, kuparkirkan motorku di depan halaman madrasah, layaknya sebagai keluarga baru akupun diperkenalkan
sebagai seorang guru di MI Islamiyah Kroya. Perkenalanpun berlangsung, kutatap
wajah siswa-siswi yang berada di depanku satu persatu, dengan
perlahan ku tatap wajah-wajah yang sedikit dipenuhi senyuman polos.
Kupandangi seragam merah putih yang mereka kenakkan, “wah….” dalam hatiku
mengatakan bahwa baju mereka tidak pantas dikatakan putih sempurna, karena
warna putihnya telah memudar, terlihat kumal dan sangat tidak rapih. Namun
setelah kupalingkan wajah ke sebelah kanan barisan, kulihat anak-anak kecil nan
lucu berseragam merah putih rapih dan terlihat masih baru, akupun berkata dalam
hati “ini pasti siswa baru di kelas 1”.
Setelah proses perkenalan itu
selesai, akupun masuk ke kantor dan duduk di meja baruku yang menghadap timur
di dekat almari, dengan sedikit ragu-ragu kuawali cerita dengan
teman-teman guru tentang seputar madrasah. Merekapun menjawab dengan
percaya diri yang seperti disembunyikan, seolah tak ada semangat untuk menunjukkan
kebanggaan tentang madrasah yang selama ini menjadi tempatnya membagi ilmu
dengan para siswa. Dari cerita teman-teman guru tersebut, kusimpulkan dalam
hati bahwa madrasah ini masuk dalam kategori madrasah tertinggal meskipun letaknya
berada di tengah kota. “Jggeerrrr”…… bagaikan mendengar petir di siang yang
panas, seolah tak percaya tapi itulah kenyataanya, sebuah keadaan yang tak
kuduga dan tak kuinginkan, mungkin tidak terlalu berlebihan jika aku merasa kaget
seperti ini karena sebelumnya memang terbiasa mengajar pramuka dengan siswa
yang berlimpah, kini aku mengajar pada madrasah yang hanya memiliki 50an siswa
yang terdiri kelas satu 19 anak, kelas dua 2 anak, kelas tiga 6 anak, kelas
empat 7 anak, kelas lima 10 anak, dan kelas enam 8 anak. Meskipun itu terjadi
lebih dari 5 tahun yang lalu, tetapi memori otakku tak sanggup menghapus
saat-saat itu karena begitu susah untuk dilupakan. Namun dari semua kekurangan
yang kurasa itu, terdapat hal yang menarik jika melihat siswa di kelas satu,
jumlah siswa baru pada tahun pelajaran waktu itu mencapai 19 anak, dan itu
terbilang cukup banyak mengingat siswa di kelas atas hanya kurang dari sepuluh
siswa, setelah kucari informasi lebih dalam ternyata madrasahku ini baru saja
merombak stake holder yang ada termasuk salah satunya dengan memasukan guru
baru dan kebetulan akulah orangnya.
Setelah percakapan itu aku
sempatkan memperhatikan seisi ruangan kantor karena memang aku belum kebagian
jam mengajar, ternyata pemandangan yang kulihat cukup tidak membuat mata nyaman,
dinding tembok yang catnya sudah mengelupas, langit-langit terbuat dari anyaman
bambu yang kondisinya sudah hampir jatuh, lantai pecah-pecah, serta ventilasi
dari kawat yang telah robek. “Wah..”…. pikiranku sempat mengumpat, “mengapa aku
memperoleh pengalaman pertama mengajar yang tidak menyenangkan begini??”.
Beberapa bulan pun berlalu,
perasaan tak menggembirakan harus dilaksanakan dengan senyuman, hal itu tetap
harus kulakukan karena itu memang tugasku sebagai seorang pendidik. Aku
diberikan kepercayaan untuk mengajar kelas 4, namun ruangan yang kutempati
belum layak disebut sebagai kelas, bayangkan saja, satu ruang kelas berukuran
7x8 meter dibagi menjadi 4 ruang yang dibatasi dengan sekat yang terbuat dari
triplek. Masih sangat jelas dipikiranku, kelasku berada didekat pintu dan
muridku hanya berjumlah 7 anak, dibelakang dan samping ruanganku dijadikan
ruang kelas 2, kelas 3, dan kelas 5, sungguh sangat menyedihkan jika teringat
saat itu. Kejadian tersebut membuat risih, bayangkan saja ketika kelasku sedang
berlangsung pelajaran matematika yang seharusnya membutuhkan konsentrasi dan
keseriusan tinggi, ruang kelas sebelah sedang pelajaran SBK dan melantunkan
nyanyian dengan suara lantang, sontak muridku ikut bernyanyi tanpa berpikir
bahwa mereka sedang mengerjakan soal-soal matematika, akupun hanya diam dan
tertegun menunggu nyanyian selesai, hal seperti itulah yang terjadi sehari-hari.
Hal lain yang membuat tak nyaman adalah ketika guru maupun siswa akan keluar
dari ruang kelas pasti melewati ruang kelasku, bagaikan pintu pasar yang
dilalui berulang-ulang silih berganti. Belum lagi jika terjadi hujan, ruangan
bocor dan air meluber ke seluruh kelas, sungguh pengalaman yang tidak ku
inginkan.
Sebenarnya ruangan madrasah sudah
cukup memadai, namun sebagian di gunakan oleh Raudhlatul Athfal (RA) yang didirikan pengurus dengan tujuan untuk
menopang jumlah siswa MI, namun nyatanya dibangunnya RA tidak berpengaruh besar
untuk membuat wali siswa menyekolahkan buah hatinya di MI, bahkan justru ke
sekolah dasar di sekitar madrasah, hal inilah yang menjadi pertanyaan dan
tantangan besar dalam hatiku. Keberadaan madrasahku mungkin dapat dijadikan
salah satu sebab mengapa siswa di madrasakhu tidak begitu banyak, karena jika dilihat
dari lokasinya, ternyata madrasahku seperti kartu gaple penthol lima, sebagian
kita tahu, bahwa kartu gaple (domino) di dalamnya terdapat salah satu kartu
yang terdiri dari dua bagian, satu sisi terdiri dari satu lingkaran besar, dan
sisi lain terdiri dari lima lingkaran kecil yang salah satu lingkarannya diapit
oleh empat lingkaran lain, itulah perumpamaan letak madrasahku. Madrasahku
diapit oleh 5 sekolah dasar negeri dan salah satunya yaitu sekolah dasar yang
pernah kulatih pramuka satu tahun lalu, jarak madrasahku dengan sekolah dasar
negeri tersebut hanya sekitar kurang dari 1 km, bayangkan saja bagaimana
madrasahku berkembang dan memperoleh murid memadai jika harus bersaing dengan 5
sekolah dasar yang bertitel negeri dan pengelolaanya ditopang pemerintah baik
dari segi sarana maupun prasaranya, fasilitas mereka cukup dan ditambah lagi
dengan guru-guru yang memumpuni dalam bidangnya dan berstatus PNS. Bandingkan dengan madrasah kami, berstatus
swasta dengan 1 orang PNS sebagai kepala madrasah dan 8 orang guru wiyata
bhakti, adapun sarpras yang kami miliki jauh dari harapan. Melihat yang
demikian, maka itulah yang menjadi tantanganku sekarang, bagaimana membuat
madrasahku bisa bangkit meskipun dengan kondisi seperti itu.
Akhirnya, setelah dirombak keberadaan
stake holder madrasah seperti organisasi komite dan kepengurusan, seluruh stake
holder berkomitmen untuk mengembangkan dan memajukan madrasah yang hampir
dibubarkan karena kekurangan murid. Namun Allah memberi petunjuk hingga
akhirnya beberapa tokoh begitu semangat berusaha menggerakan seluruh komponen
madrasah, menolak rencana madrasah dibubarkan, karena keberadaanya sangat
dibutuhkan untuk meneruskan nafas pendidikan islam diantaranya H. Djalil (alm),
H. Muslimin, Bpk. Hamim, Hj. Mursyid, Hj. Jamilah, dan Hj. Suwantini serta
tokoh lain.
Program pertama diawali dengan pengenalan
jarimatika untuk kelas satu, sebagai daya pikat dengan harapan memperoleh
perhatian dari calon wali siswa baru, pada program ini saya sendiri sebagai
pengajarnya, selama satu tahun berlangsung kemampuan siswa terbilang signifikan
dalam berhitung di kelas bawah, juga dengan program seni rebana dan antar
jemput siswa gratis. Namun dengan program antar jemput gratis bagi siswa, guru
muda terkena imbasnya, aku salah satunya, ketika pelajaran sedang berlangsung
tak jarang aku harus keluar meninggalkan kelas untuk mengantar siswa kelas 1
dan 2 yang memang pulang lebih awal, kegiatan ini menggunaan motor pribadi
dengan uang ganti bensin yang tidak sepadan, ditambah lagi dengan merogoh
kantong sendiri yang dihonor sebesar seratus ribu sebulan, “inilah perjuangan”,
sebuah kata kecil untuk menyemangatkan meskipun sejatinya begitu berat. Hal ini
terjadi selama kurang lebih 1 tahun, sebelum akhirnya menggunakan jasa abang
becak.
Bagaikan kejatuhan durian runtuh,
doa dan harapan mulai terjawab, dengan pelaksanaan program tersebut, pada awal
tahun pelajaran baru 2008/2009, siswa yang masuk sebanyak 22 anak. Semangat
para pendidik pun mulai terdongkrak, meskipun belum mampu mempersembahkan
prestasi kejuaraan untuk menemani piala usang di dalam lemari. Pada tahun itu berbagai
ide segar harus dicurahkan kembali demi majunya madrasah, diantaranya mencari
bibit siswa sejak dini untuk diikutsertakan
berbagai kegiatan. Pernah pada suatu hari, kami tersenyum haru ketika melihat
siswa kelas 1 kembali ke sekolah setelah mengikuti lomba bersama guru
pembimbingnya membawa sebuah piala juara 3, itulah piala pertama yang kulihat
di MI Islamiyah meskipun hanya lomba mewarnai, hal itu sangat membuat kami
bangga. Semangatpun semakin membara, setelah menimba ilmu kesana-kemari
lahirlah program pembiasaan sebelum masuk kelas seperti hafalan asmaul husna
dan doa harian, ternyata sangat efektif karena hanya madrasah kami yang
melaksanakannya diantara sekolah dasar di sekitar madrasah. Pada waktu itu juga
diadakan drumband dan seni rebana meskipun pengadaan dana dipinjami terlebih
dahulu oleh salah seorang anggota komite, para guru di madrasahku begitu
bersabar dengan harus menunjukan semangat menjalani aktifitas sehari-hari,
meskipun dengan honor seratus ribu rupiah perbulan.
Awal 2009/2010, motivasi kami untuk
mengibarkan madrasah semikin tinggi apalagi dengan diberikannya bantuan dari
pemerintah untuk merenovasi gedung madrasah, tentu hal ini bisa dijadikan ajang
promosi yang menjanjikan. Diiringi dengan pemadatan kegiatan siswa baik dalam
pembelajaran maupun ekstrakurikulernya, sedikit demi sedikit masyarakat mulai
mengenal keberadaan madrasahku, para anggota komite dan pengurus juga dengan
giat mensosialisasikan keunggulan madrasah melalui acara pengajian-pengajian
rutin.
Setiap awal pergantian tahun
pelajaran baru berikutnya, tak henti-hentinya kami
melakukan inovasi untuk menarik minat calon peserta didik, meskipun belum
memiliki perolehan berbagai kejuaraan dan prestasi, kami tunjukan kepada masyarakat
melalui penggandaan brosur program kepada masyarakat, juga dengan pawai ta’aruf
awal tahun pelajaran dengan barisan drumband mengelilingi lingkungan sekitar
madrasah, hal ini telah menunjukkan bahwa madrasahku dengan perlahan siap
Berjaya.
Perjuangan dengan dasar ikhlas
serta kemauan yang keras dari seluruh stake holder madrasah tak selamanya hanya
menjadi mimpi belaka, Allah ‘azza wajala memberikan jawaban dari semua jerih
payah dan harapan kami. Tepat di tahun pelajaran 2012/2013, pendaftar siswa
baru mencapai 35 siswa, MI kami mampu mengumpulkan sebanyak 12 trophy piala
yang diperoleh secara beruntun dari berbagai kejuaraan (Porseni MI, Festival
Rebana, Qiroah, FASI, dll), bahkan mampu menjuarai Olimpiade MIPA MI sekabupaten
Cilacap, perolehan nilai ujian juga mampu bersaing dan sejajar dengan sekolah
lain, menurut kami prestasi seperti itu sangatlah signifikan dan menjadi nilai
tersendiri untuk menatap masa depan. Kegiatan yang menjadi ikon di madrasah
kami ialah seni rebana karena memang memiliki daya tarik tersendiri, sering kami
tampilkan pada kegiatan Peringatan Hari Besar Islam, bahkan di rumah wali siswa
yang memiliki acara hajat. Itulah bentuk kemitraan yang kami jalin sehingga
menjadikan nama madrasahku tidak lagi dipandang sebelah mata, dan kita mampu
bersaing, bahkan aku katakan dengan lantang “Madrasahku Hebat, Maju, dan Siap Unggul !!!”.
Kini madrasahku menjadi sorotan
bahkan mungkin oleh sekolah dasar disekitar madrasah kami, hal ini sangat
mungkin terjadi karena secara tidak langsung input yang tadinya masuk ke
sekolah dasar di sekeliling kami, kini masuk ke madrasahku dan tentunya berdampak
pada perolehan siswa mereka. Jumlah siswa kami bertambah setiap tahun, kini
dalam kurun waktu 6 tahun (2007-2013), siswa di madrasahku meningkat tajam,
dari 50an siswa, menjadi 150an siswa dan dapat dikatakan meningkat melampaui 150%.
Alhamdulillah, pada tahun pelajaran 2013/2014 ini, meskipun madrasahku tidak
begitu banyak promosi kepada masyarakat, siswa yang masuk terus bertambah, yaitu
berjumlah 37 anak masuk di kelas 1.
Di tambah lagi dengan diberikannya
bantuan percepatan Akreditasi madrasah dari Australian AID melalui SNIP, kami
yakin dapat memacu madrasah agar lebih maju lagi. Blog madrasah juga ternyata
sangat membantu sebagai ajang promosi gratis mengenalkan bahwa madrasahku telah
mengenal TIK kepada wali peserta didik, meskipun belum menjadi yang terbaik, blog
madrasah pernah kuikutkan dalam ajang lomba di BPTIKP Jateng akhir bulan
agustus 2013 ini.
Jika pembaca pernah melihat film
Laskar Pelangi, maka kisah nyata seperti terjadi pada madrashku, setiap kali
aku menonton atau bahkan hanya melihat foto tokoh didalamnya, memori otakku
langsung mengalihkan ingatanku ke 6 tahun silam dan terasa begitu mengharukan.
Teman-temanku selaku pendidik madrasah, teruslah berusaha dan jangan merasa
letih mengibarkan siswa-siswi kita sampai titik tertinggi, namun janganlah
berkecil hati untuk menghormat kepadanya jika suatu hari nanti siswa yang kita
kibarkan terus berkibar lebih tinggi daripada kita.
Hidup
Madrasahku, Hidup Bangsaku,
Hari ini Semakin Terus Maju…!!!